Thursday, March 17, 2011

HUJAN DI HARI KE DELAPAN

Aku menunggu hujan di hari kedelapan

Ingin kutitipkan sesuatu pada titik-titik embun yang ia bawa

Disetiap titik aku tuliskan beberapa rasa

Aku pun membiarkan ia mengantarkannya kesamudra luas

Tempat semua rasa bercampur dan bermuara



Di hari kedelapan pun aku menunggu hujan

Aku membiarkan ia membasahi setiap sela-sela jari dan sela pori-pori

Menjadikan semua yang kotor tersucikan

Esok mungkin aku akan mengajaknya berkeliling

Berlari-lari memintanya membasahi setiap yang kering



Kini aku mulai menulis diudara pada permukaan atom-atom kecil yang ringan beterbangan

Angin membawa mereka ke setiap rerumputan memberikan kabar

Namun mereka tidak peduli, begitu pun dengan tanah, bebatuan dan gembala di padang ilalang

Karena mereka pun menunggu hujan di hari kedelapan

Mudah-mudahan angin membaw kabar itu pada dzat yang menurunkan hujan di hari kedelapan



Rumah, 6 Maret 2011



Misbahurrohim Al-Azzam

Tuesday, January 25, 2011

Menebak Maksud Tuhan

Oleh : Misbahurrohim

Begitu banyak kejadian yang kita alami ketika kita menjalani masa-masa kehidupan kita di dunia. Tak jarang peristiwa yang kita alami menancap begitu dalam luka yang sampai kini tidak kunjung mengering. Namun sering pula tawa bahagia mengiringi kita dimasa muda atau bahkan dimasa-masa penantian kita menunggu ajal kematian. Sering kita tidak mengerti mengapa Ia mengatur sekenario hidup kita seperti ini, penuh dengan warna dan jenaka yang membuat kita tetawa sedih dan menangis bahagia.
Andai dua Malaikat di samping kiri dan kanan kita bisa berbicara. Maka kita pun akan bertanya kepada keduanya tentang semua hal. Kematian, kehidupan, rizki bahkan jodoh sekalipun. Siapa tahu mereka dapat bocoran. Lalu kita pun bertanya apa maksudNya mengatur semua itu dan menjadikan diri kita seperti sekarang ini? Namun, sayang kedua malaikat itu hanyalah pencatat amal kebaikan dan keburukan. Mereka bisu dihadapan kita. Kita pun tidak berhak untuk bertanya karena semua itu tetap menjadi RahasiaNya yang telah disusun ketika kita masih berada dalam keabadian.
Suatu hari kita bermimpi tentang banyak hal. Kematian yang membuat kita besedih, kebahagiaan karena di pertemukan dengan sang kekasih, kemudian bersedih lagi atas bencana yang menimpa saudara seimannya di ujung pandangan tak bertepi, dan kita pun berbahagia lagi karena bunga tidur itu hadir dalam realita kehidupan kita dan begitulah seterusnya. Apa maksud dari mimpi-mimpi itu? Patutkah kita menjadikan mimpi sebagai sebuah tanda bagi kita untuk mengambil langkah panjang sedangkan mimpi-mimpi itu bisa saja menjadi sebuah prasangka dan ujung-ujungnya kita pun salah menafsirkan. Pada akhirnya kita menjadi paranoid dan begitu takut akan kehilangan. Atau, justru mimpi-mimpi itu membuat kita memiliki sikap positif untuk memandang jauh kedepan kearah kehidupan yang abadi.
Hari ini kita dipertemukan dengan banyak hal lagi, kejadian lagi, dan peristiwa lagi. Mereka yang sanguis hadir dalam hidup dan membuat hidup ini menjadi ceria oleh mereka yang selalu riang sedang mereka yang plegma tetap menjadi diri mereka yang dingin. Namun keduanya bisa saling melengkapi. Tidak menyangka hari ini kita dipertemukan dengan banyak orang seperti itu. Mereka yang melankolis dan corelis juga sempat hadir dalam catatan diary. Kita pun bingung mengapa kita di pertemukan dengan si fulan/fulanah yang memiliki sifat dan karakternya yang membuat kita bahagia, benci, cemburu,. Mengapa tidak dengan yang lainnya. Dengan adanya mereka kita mulai membanding-bandingkan. Seribu pertanyaan menanti jawab ingin kita lempar. Mengapa kita tidak seperti mereka yang pintar, cakap, dan sempurna? Mengapa kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan setelah sejuta keringat dikeluarkan ? Tapi justru kita mendapatkan apa yang tidak kita inginkan. Lalu kita pun mulai berandai-andai. Seandainya saya… seandainya saya… seandainya. Terus mengemuka seolah tidak menerima dengan kondisi yang terjadi dan pada akhirnya kita mulai menyalahkan segalanya. Menyalahkan mereka yang lain, menyalahkan kita, menyalahkan dirinya sendiri bahkan menyalahkan yang Mengatur Kehidupannya karena ia merasa tidak mendapatkan keadilan.
Kita pun heran, mengapa kehidupan itu seperti roda yang terus berputar. Tak henti-hentinya kehidupan ini membuat kita menangis karena roda kehidupan itu berputar sangat lambat sampai-sampai tidak tampak perputarannya dan kita pun terus berada dibawah dengan setumpuk ujian, masalah, cobaan yang membuat kita mengharu biru, sedih dan terluka. Seolah-olah Dia tidak punya belas kasih menurut cara pandang kita. Sekali roda itu berputar dan membuat kita bahagia, dengan cepat roda itu kembali menjatuhkan diri. Kita pun berandai-andai lagi Ah seandainya kehidupan ini seperti segitiga atau persegi yang tidak bisa berputar. Cukup kita berada disatu sisi saja. Kita pun berandai-andai lagi
Akhirnya kita pun lelah menjalani serangkaian sekenario kehidupan yang tidak kita fahami kemana arah tujuaannya. Kita pun lelah dengan caraNya memperlakukan kita dan kita semakin lelah ketika kita tidak bisa menebak “Apa Maksud Tuhan?”
Pada kata-kata dibawah ini saya pun berhenti dan kemudian merenung begitu dalam mencoba mempertemukan antara logika dan perasaan, akal dan hati agar senantiasa memahmi semua ini,

Tak perlu kita bertanya “Apa maksud Tuhan?”
Karena andai kita berbesar hati dan mau mencerna,
Tuhan punya alasan sendiri
Yang memang sukar dimengerti…

Cukuplah empat baris kalimat diatas menjawab semua rasa galau ini. Kelapangan hati mengarahkan kita pada satu muara kesimpulan bahwa Dia memiliki maksud yang sering kali tidak bisa dipahami dan dimengerti oleh akal manusia yang terbatas. Semakin kita mencoba menebak justru akal kita semakin membuat kita tersesat. Ia menuntut kita untuk menjadi sebaik-baiknya aktor dalam setiap episode yang kita jalani dan Dia yang menjadi sutradara setiap episode kehidupan yang kita lalui. Tak perlu menebak maksud Tuhan. Bencana yang menimpa kita mungkin sebuah ujian karena kita termasuk golongan orang-orang yang beriman atau mungkin ini sebuah teguran karena sedikit kita telah lalai atau bahkan bisa saja ini sebuah siksaan atas kekufuran. Tak perlu menebak maksud Tuhan karena ia selalu memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan. Seringkali, perjuangan adalah sesuatu yg kita butuhkan dalam hidup ini. Jika ALLAH memperbolehkan kita melewati hidup ini tanpa cobaan, hal ini akan membuat kita lemah. Kita tidak akan sekuat seperti apa yang kita harapkan, dan tidak akan pernah terbang seperti kupu-kupu itu.
Jalanilah hidup tanpa ketakutan, hadapi semua masalah, dan yakinlah bahwa kita dapat mengatasi semua itu. Bahagia, sedih, bencana, umur dan rizky telah Ia tulis dalam kitab lauhilmahfudz yaitu buku catatan yang menulis kehidupan manusia yang kerdil. Tapi, bukan berarti kita pasrah karena Ia telah memberikan kita kesempatan untuk beramal. Kesempatan untuk memilih sekian banyak sekenario yang telah disiapkan.
Dalam catatan kecil saya menemukan sebuah tulisan dari seorang sahabat “Mari kita mulai hari ini dengan ungkapan syukur,Alhamdulillah…Dengan kasih dan kemurahanNya, Alloh membawa kita menyapa dan menjalani hari ini, hidup ini…sebagai “HADIAH” yang berharga tiada terhingga agar kita masih mungkin menghentikan keburukan kita dan memberi kesempatan untuk bekerja keras dan beramal shalih, memberi kita peluang tuk investasi ribuan hektar PERUMAHAN INDAH di syurga yang kita dambakan..”
“Semoga Alloh memberikan pelangi dalam setiap badai,sebuah senyuman dalam setiap air mata,sebuah perlindungan dalam setiap cobaan,sebuah sinar dalam setiap penglihatan dan sebuah jawaban untuk setiap Do’a”

Ditempat saya merenung, 25 Januari 2011

Misbahurrohim Al-‘Azzam

Wednesday, January 12, 2011

Catatan Kecil Se-Abad silam (1)

Beberapa saat sebelum tulisan ini dibuat saya sempat berdiskusi dengan seorang pemuda. Usia kami terpaut 3 tahun lamanya. Tentunya saat ini saya sudah begitu asing dengan dunia mereka. Tapi lamanya aktifitas dikampus telah memberikan sesuatu yang sangat berharga sehingga saya yang kini sudah tua menginjak semester 10 lebih bijak memandang dunia mereka.

Entah kenapa saat ini saya ingin membuka kembali lembaran-lembaran lama yang telah lama tersimpan dalam memori ingatan empat tahun lamanya hingga kini. Lama mengingat akhirnya saya terhenti pada satu momen penting di awal semester pertama. Berada dibarisan aksi terdepan memegang panji menuntut keadilan berdirinya fakultas baru dan jurusan ekonomi secara otonom terpisah dari fakultas ekonomi dan menuntut kemandirian. Entahlah anak seumuran itu mengerti apa tentang dunia kampus.

Merenung lebih dalam kada satu hal yang saya temukan. Mungkin dari sanalah semuanya berawal kenapa saya menjadi seperti ini dan memilih jalan ini. Ia telah mempertemukan saya dengan mereka yang ikhlas memberikan saya keteladanan. Mereka mengajak saya melakukan apa yang telah mereka lakukan dan juga mengajak saya berpikir apa yang mereka pikirkan. Mereka yang senantiasa mengajak saya tetap berada dalam lingkaran ketakwaan bersama mereka orang-orang shaleh. Hampir lima tahun saya menghabiskan masa-masa penuh pengabdian karena mereka dan ingin rasanya mengulang semuanya. Kehidupan sehari-hari kyang dipenuhi dengan urusan-urusan orang lain sampai-sampai kita tidak sempat mengurusi diri sendiri. Indah rasanya walau terasa pahit dalam keputus asaan dan pengorbanan.

Namun rasanya tidak mungkin mengulangi masa-masa itu. Bukannya kita tidak mau, tetapi rasanya kepala ini terlalu luas untuk diisi dengan hal-hal yang sederhana. Atau bahkan bisa saja kepala ini sudah terlalu penuh dengan ide-ide besar tentang msayarakat, bangsa dan Negara. Bahkan lebih besar lagi tentang kondisi ummat. Salah satu teman saya mengatakan berpikir bijak artinya memandang kehidupan lebih luas dan kehidupan itu bukan hanya kampus dengan dunia kecil yang ada didalamnya. Biarkan mereka yang muda yang berkarya nyata didalamnya dan kita tetap optimis memandang kehidupan yang lebih luas. Tapi tidak sedikit pun perubahan terjadi pada diri kita . yang ada adalah kita yang dulu yang tetap mengabdi sampai kapan pun.

Mudah-mudahan masa-masa itu muncul kembali. Tapi mungkin bukan pada saat saya masih menyandang status sebagai mahasiswa. Tapi sebagai rakyat jelata, seorang suami atau seorang bapa dan gelaran-gelaran yang lainnya.

Handphone pun berdering tanda sms masuk. Ada undangan rapat besok pagi disuatu tempat. Alhamdulillah, Allah masih memberikan saya kesempatan untuk beramal.

Abinet, 12 Januari 2011
Misbahurrohim Al-‘Azzam