Wednesday, September 22, 2010

sisa - sisa ketaqwaan

Oleh : Misbahurrohim
Beberapa hari sudah kita meninggalkan bulan yang penuh berkah, bulan yang hanya bisa kita jumpai satu kali dalam satu tahun saja. Tahun depan belum tentu umur kita begitu panjang untuk bisa melewati 11 bulan yang Allah sediakan untuk kita beramal setelah kepergiannya. Di bulan itu malam-malam terasa begitu panjang nan indah dengan shalat dan sujud kepasrahan sehingga sajadah pun tidak sempat untuk mengering karena begitu mudah air mata berlinang. Lidah selalu basah dengan dzikir dan tilawah yang menggetarkan penuh keimanan. Mulut, tangan dan kaki serta seluruh panca indra dijaga kesuciannya untuk mengharap label ketaqwaan di hari kesucian. Semuanya kembali suci dan semuanya kembali fitri.
Ah, sungguh indah diwaktu itu. Satu bulan penuh kita merasa begitu dekat dengan Tuhan kita bahkan sangat dekat dan lebih dekat lagi. Terbayang dalam benak kita begitu banyak pahala yang telah kita peroleh sebagai bekal dan kita pun begitu optimis untuk bertemu dengan Sang Pemiliki 99 Nama yang begitu Agung. Tapi Kini Ramadhan telah berlalu dan hanya sedikit keistimewaan dibulan-bulan setelahnya. Lalu, apakah sedikit pula amal ibadah yang kita lakukan di bulan bulan itu?
Dimanakah sisa ketakwaan itu? Begitu sombongkah diri kita hari ini sehingga malam-malam kita tidak lagi terasa panjang? Bergegas kita menuju saf shalat layaknya orang yang merindukan kekasih. Tapi sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi seperti yang disampaikan ust. Rahmat Abdullah dalam tulisannya tentang kematian hati. Benarkah hati ini telah mati? Padahal baru saja ia kembali suci. Sering dulu kita terjaga di sepertiga malam terakhir, tapi kini kita campakan malam-malam penuh keberkahan.
Dimankah sisa ketaqwaan itu? Begitu sombongkah diri kita karena satu bulan penuh kita telah berpuasa padahal Allah SWT akan menghisab amal ibadah serta menentukan kualitas ibadah kita dan Dialah yang berhak menentukan apakah kita termasuk orang-orang yang beriman atau bukan? Lantunan ayat suci tidak lagi terdengar dan Al-Qur’an pun kembali dicampakan. Kemana mereka yang telah menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca, mengkaji dan menghafal? apakah kini lagu-lagu berirama jahil itu lebih indah ditelinga mereka dibandingkan Firman Allah SWT yang nyata Indahnya?
Kita terlalu sombong dan kemudian berbangga diri dengan khusyunya ibadah dalam I’tikaf-I’tikaf panjang dimalam-malam terakhir untuk menggenggam kemuliaan malam lailatul qadar. Pernahkah sekali saja kita berpikir ditengah-tengah perenungan kita dimalam-malam ganjil tentang saudara-saudara kita yang masih begitu jauh dengan tuntunanNya dan khusyu dengan kemakasiatan mereka? Tega betul diri kita membiarkan mereka tersesat. Apakah kita akan begitu sombong menjawab ketika Allah bertanya kepada kita tentang waktu yang kita miliki telah kita gunakan untuk apa saja dan kita pun enteng menjawab untuk beribadah kepadaNya? Saudaraku, bukankah mereka akan menuntut balas kepada kita karena kita tidak pernah mengingatkan mereka untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya dan menyempurnakan amal-amal perbuatannya? Masih bisakah kita menyombongkan diri dihadapanNya padahal pahala amal perbuatan kita habis tersapu oleh gelombang ketidak ikhlasan?
Yaa Rabbi...
Dimana sisa-sisa ketaqwaan itu?
Haruskah mata, mulut dan kaki tangan ini kembali kepada kekufuran?
Haruskah kita kembali jahil?
Yaa Rabbi…
Tumbuh suburkan sisa-sisa ketaqwaan itu dalam hati kami
Terangi ia dengan terangnya sinar cahayaMu
Sirami ia dengan keindahan hidayah dan taufiqMu
Ya Rabbi…
Tumbuhkan sisa-sisa ketaqwaan itu
Sehingga ia bisa menjadi pohon ketaqwaan yang akarnya menghujam kedalam hati
Ranting dan dahannya meneduhkan serta berbuah amal yang kelak kami akan merasakan manisnya di yaumil akhir
Ya Rabbi
Sesungguhnya hanya kepada engkau kami berpasrah diri

No comments:

Post a Comment